iklan Yuk. . .

Iklan Yuk. . .

Sponsor Setia

18 September 2009

Crita CINTA


Teman, Aku Cinta Kamu!

Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan bagaimana

seorang anak remaja mulai mengenal kata cinta. Kisah ini menceritakan tentang seorang anak laki – laki yang jatuh hati kepada temannya sendiri. Tapi, pada awalnya ia takut untuk menyatakan perasaannya tersebut. Bagaimanakah kisah ini akan berakhir? Berikut ini adalah kisah selengkapnya.

David, begitulah biasanya teman – temanku memanggilku. Saat ini aku duduk di kelas 10 di sebuah SMA yang cukup terkenal di kotaku. Aku tinggal di Palembang, ibukota provinsi Sumatera Selatan. Di sekolahku aku mempunyai begitu banyak teman yang baik. Mereka semua sangat berarti bagiku sehingga aku sangat menghargai mereka. Aku tidak pernah mencoba untuk melukai hati mereka. Aku selalu membantu mereka dengan tulus jika mereka meminta bantuan kepadaku. Bahkan kami sering melakukan berbagai aktivitas bersama, seperti belajar kelompok, berolahraga, sampai jalan jalan ke mall pun sering kami lakukan. Tujuannya hanya untuk mempererat persahabatan kami. Aku sadar bahwa aku tidak bisa hidup tanpa teman – temanku.
Sikapku yang seperti ini mendatangkan begitu banyak keuntungan bagiku. Salah satunya adalah aku jadi mempunyai begitu banyak teman. Setiap kali aku sakit, ada saja teman yang datang menjenguk ke rumahku, atau setidaknya mereka mengirimkan ucapan “semoga cepat sembuh” melalui handphone mereka. Sikapku itu juga membuat aku begitu mudahnya mendapatkan seorang teman baru. Tapi, sampai saat ini aku belum pernah sekali pun berpacaran. Padahal, aku termasuk siswa yang pintar di sekolah. Dompetku juga tak pernah kosong dan wajahku juga sedikit di atas standar. Mungkin belum waktunya, begitu pikirku setiap kali aku merenungi kenyataan ini. Satu – satunya orang yang paling dekat denganku adalah seorang sahabat baikku yang kebetulan sekelas denganku.
Teman baikku itu namanya Valent. Valent terkenal sebagai anak laki – laki yang cukup ramah di sekolahku. Tapi, ia tidak secerdas aku. Anehnya, ia punya begitu banyak teman wanita. Bahkan ia sering bergonta – ganti pacar. Terkadang aku juga malu mempunyai teman yang terkenal sebagai playboy. Tetapi aku merasa cocok bersahabat dengannya meskipun ia seorang playboy. Selain itu, Valent telah menjadi seorang sahabatku sejak aku dan dia masih duduk di kelas 2 SD. Jadi, bisa dibilang kami ini seperti sahabat sejati.
Persahabatanku dengan Valent berlangsung dengan baik sampai suatu ketika datang seorang murid perempuan baru di kelas kami. Tubuhnya lumayan tinggi dan berisi. Selain itu, kulitnya yang seputih salju itu begitu mulus. Bibirnya yang mungil berwarna kemerah – merahan. Rambut panjangnya yang sedikit coklat itu menyebarkan aroma shampo yang menggoda. Di pipinya tidak tampak sedikit pun bekas jerawat. Matanya yang sipit itu terlihat sangat lucu bagiku. Apalagi saat ia tersenyum, tampak sederet gigi yang berbaris rapi dan berwarna putih. Melihat seorang wanita secantik ini membuat aku terpesona, dan ada suatu rasa yang aneh muncul di dalam hatiku. Rasanya seperti rasa senang yang berlebihan dan sedikit menusuk – nusuk hati. Apakah ini yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama?
“Ah, masa bodoh,” pikirku
Tiba – tiba, aku yang entah sejak kapan melamun ini, dikejutkan oleh suara Pak Budi, seorang Wakasek bidang Kesiswaan. Maklum saja, suara Pak Budi itu berat dan dalam, seolah menggambarkan wibawa yang begitu besar. Apalagi ia sedikit berteriak seolah meminta perhatian dari kami.
“ Baiklah anak – anak, hari ini Bapak ada sedikit kejutan buat kalian. Kita kedatangan seorang teman baru dari......,” begitulah yang aku dengar dari Pak Budi. Sebelum Pak Budi selesai bicara, aku sudah asyik melanjutkan lamunanku kembali. Andai saja gadis ini menjadi pacarku... Tapi rasanya itu adalah sesuatu yang tidak mungkin bagiku, hm.....
Tiba – tiba aku dikejutkan oleh teriakan temanku sekelas, “Woi, Ketua Kelas, kalau ditanya Pak Guru jawab dong, melamun saja....”
“A.. a.. apa? Maaf, Pak, saya sedang memikirkan soal Matematika ini, Pak,” kilahku.
“Soal apa soal?” goda temanku.
“Ada yang jatuh cinta nih, cie....,” sambung temanku yang lain.
“Sudah, sudah. Ketua Kelas, di mana ada tempat duduk yang kosong?” tanya Pak Budi.
Sebenarnya di kelasku ada 3 lagi bangku kosong. Satu di sudut kiri belakang, satu berada dua bangku di sebelah kiri Valent dan satu lagi di depanku. Otakku yang bekerja cepat ini langsung membuat aku menjawab,”Ini, Pak. Di depan saya,”
“Wah, kamu mengambil kesempatan dalam kesempitan nih,” goda Valent yang duduk di sebelahku.
“Ha... ha..., lucu?” ledekku.
“Baiklah, kamu duduk di situ ya,” kata Pak Budi
“Baik, Pak,” jawab gadis itu,”Terima kasih, Pak.”
“YES!” sorakku dalam hati. Jam istirahat itu tidak aku sia – siakan. Aku segera mengajak gadis itu berkenalan.
“Halo,” sapaku.
“Hai,” balasnya.
“Kenalkan, aku David,” kataku.
“Oh, aku Fanny,” ujarnya.
“Anak baru?” tanyaku.
“Iya,” jawabnya singkat.
“Asal mana nih?” tanyaku lagi
“Jakarta,” jawab Fanny.
Begitu mendengar nama kota itu disebut, langsung terlintas di pikiranku bahwa orang yang sedang aku ajak bicara ini pasti seseorang yang pintar dan kaya, dan pastinya layak untuk menjadi temanku, apalagi pacarku, hehehe...
“Oh...,” jawabku, lalu terdiam agak lama.
“Kenapa?” tanyanya.
“Tidak,” jawabku,”Oh ya, umur kamu berapa nih?”
“15, kamu?” ia balas bertanya padaku
“Sama dong,” jawabku, “Kenapa kamu mau pindah ke kota ini dari
Jakarta? Padahal Jakarta itu kan kota besar. Pasti hidup di sana lebih enak daripada hidup di sini,” ucapku ingin tahu.
“Oh itu, ayahku dipindah tugaskan ke sini, jadi aku ikut ayahku ke sini. Lagi pula tinggal di Jakarta itu tidak enak. Di sana – sini terjadi macet. Kalau hujan sedikit langsung banjir. Di jalan banyak penjahat. Belum lagi para gelandangan yang turut meramaikan jalanan. Lebih enak di sini, anaknya ramah – ramah. Apalagi ada orang lucu di depan aku,” katanya menggodaku
“A... a... ya, begitulah...,” ujarku sambil tersipu malu.
“Kamu tinggal di mana?” tanyanya tiba – tiba.
“Itu,” tunjukku ke arah sebuah rumah yang cukup besar di selatan sekolah, ”Disitu.”
Ia menjawab,”Oh, di situ.”
“Kamu tinggal di mana?” aku balas bertanya.
“Aku tinggal di Pasar Baru,” jawabnya.
“Hm.. Kamu sudah tahu daerah sini belum?” tanyaku
“Belum,” jawabnya.
“Mau ikut aku jalan – jalan Hari Minggu ini?” tawarku.
“Boleh,” jawabnya,”Terima kasih, ya.”
“Tidak masalah,” jawabku,”Oh ya, mari ikut aku. Nanti aku kenalkan dengan Valent.”
“Siapa?” tanyanya.
“Teman baikku,” jawabku.
Lalu kami berjalan mencari Valent di area sekolahku. Tempat pertama yang aku tuju adalah kantin sekolah karena aku tahu bahwa hobi Valent adalah makan pada jam istirahat seperti ini. Sesampainya di kantin kami langsung mencari tempat duduk yang masih kosong. Setelah mendapatkan tempat duduk, kami langsung memesan makanan yang kami inginkan. Kebetulan Valent ada di sana. Kami pun mengajaknya untuk bergabung bersama kami. Aku segera mengenalkan Fanny kepada Valent.
“Len, ini Fanny.”
“Fan, ini Valent.”
“Halo,” sapa Valent.
“Hai. Fanny,” balas Fanny sambil menjulurkan tangan.
“Valent,” sapa Valent menerima salam Fanny.
Tiba – tiba tangan Valent menyenggol piring makananku. Jelas saja makanan yang ada di dalam piring itu hampir tumpah. Aku terkejut bukan main.
“Valent!” bentakku
“.....”
“Kamu sengaja ya?” tuduhku.
“Tidak,” jawab Valent,” Maaf ya, Vid.”
“Iya, sudah maafkan saja Vid,” kata Fanny
“Fan, dia sengaja. Pasti dia merasa tidak senang melihat aku jalan bersama
Kamu, Fan. Iya kan, Len?”tuduhku lagi.
“Tidak kok. Aku tidak sengaja. Serius,” jawab Valent
“Bohong,” jawabku.
“Sudah, sudah, Cuma masalah kecil saja kok berkelahi. Sudah Vid, maafkan
saja. Aku yakin kalau Valent tidak sengaja, iya kan Len?” tanya Fanny kepada
Valent sambil berusaha melerai kami.
“Iya, maaf Vid,” kata Valent.
Tiba – tiba bel berbunyi. Kami semua langsung buru – buru menghabiskan makanan kami. Lalu, kami segera berlari menuju ke kelas. Saat itu, kami mengikuti pelajaran menggambar. Pelajaran ini termasuk salah satu pelajaran kesenanganku karena gurunya terkenal baik. Selain itu, menggambar dapat membantuku menghilangkan kejenuhan dari pelajaran yang memerlukan pikiran seperti Matematika.
“Baiklah, anak – anak, keluarkan tugas minggu lalu yang belum selesai. Keluarkan juga alat gambar kalian. Kita akan melanjutkan tugas itu. Ingat, hari ini diusahakan selesai karena nanti Bapak ingin menilai gambar yang telah kalian buat. Silahkan anak – anak,” ujar Pak Guru di depan kelas.
“Baik, Pak,” seru anak – anak.
“Vid, aku boleh duduk di sebelahmu? Aku tidak membawa alat gambar, jadi
aku mau pinjam punya kamu. Boleh?” tanya Fanny.
“Boleh,” jawabku
“Len, geser dong, ada yang mau duduk di sini,” kata ku pada Valent
“Oh, boleh,” jawabnya.
”Vid, aku minta maaf soal yang tadi. Aku benar – benar tidak sengaja.” sambungnya sambil bergeser tempat duduk.
“Ya, aku juga minta maaf,” sahutku.
“Oke,” jawab Valent.
“Fan, ini alat gambarku, kamu boleh pakai apa saja yang kamu mau,” kataku.
“Terima kasih, ya, Vid,” ujar Fanny.
“Iya,” jawabku,” Len, gambarmu sudah sampai mana?” tanyaku.
“Sekitar delapan puluh persen, kamu?” tanya Valent.
“Aku sudah hampir selesai, kemarin aku sudah buat di rumah. Sekarang aku tinggal merapikan bagian yang kuning ini,” kata ku sambil menunjuk bagian yang berwarna kuning di pojok atas gambar yang masih kurang rapi.
“Vid, cat kuningku habis, boleh minta punyamu?” tanya Valent.
“Sabar, ya. Aku cairkan dulu ya,” jawabku
“Vid, aku pinjam pensilmu ya,” kata Fanny.
“Ini,” jawabku.
“Ini, Len, catnya. Hati – hati, catnya menetes. Jangan sampai kena gambarku, ya,” kataku.
“Siap,Bos,” kata Valent.
Lalu kami meneruskan pekerjaan menggambar kami. Saat sedang asyik merapikan gambarku, tanpa sengaja, Valent meneteskan cat kuning di atas kertas gambarku. Karena aku sedang asyik dengan pekerjaan menggambarku, aku tidak sempat menarik kertas gambarku. Tentu saja gambarku yang sudah hampir selesai itu tidak terselamatkan lagi. Noda kuning itu menodai kertas gambarku.. Sebenarnya noda itu hanya sedikit dan tidak terlihat jelas. Tapi aku yang perfeksionis ini marah. Aku tidak senang melihat hasil kerjaku yang telah sempurna ini ternoda sehingga menjadi tidak sempurna.
“ Valent, “ kataku
“Kamu sengaja, ya!” tuduhku,”Pasti kamu merasa tidak senang denganku karena tadi di kantin kita berkelahi. Kamu masih merasa kesal denganku ya? Jawab yang jujur!”
“Tidak, aku tidak sengaja. Maaf ya,” kata Valent
“Tidak!” kataku
“Ada apa ini?” tanya Pak Guru yang entah sejak kapan sudah ada di samping kami.
“Ini, Pak. Valent meneteskan cat ke gambar saya,” kataku kesal.
“Saya tidak sengaja, Pak,” kata Valent.
“Bohong, Pak,” kataku
“ Sudah, sudah, cat itu kan cuma sedikit. Bapak rasa itu tidak ada masalah. Tapi, Bapak rasa Valent harus meminta maaf kepada David, mengerti?” tanya Pak Guru.
“Baik, Pak,” kata Valent,” Vid, maaf ya.”
“Pak, boleh saya minta waktu dua hari untuk mengulangi pekerjaan saya?” tanyaku.
“Mmm.. Boleh, berarti kamu mengumpulkan tugas kamu pada Hari Sabtu, ya.” kata Pak Guru.
“Baik, Pak. Terima kasih,” sahutku
Fanny hanya menatapku tanpa berbicara satu patah kata pun. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Tapi, aku berusaha mencairkan suasana dengan menyunggingkan sebuah senyum paling manis di bibirku. Untungnya ia balas tersenyum kepadaku.
Sepulang sekolah itu aku langsung pulang ke rumah. Aku merasa kesal sekali. Aku langsung tidur tanpa mengulangi pekerjaan menggambarku. Saat aku terbangun, hari sudah sore. Aku segera memeriksa handphone-ku untuk memastikan ada tidak SMS yang masuk. Ternyata, ada satu pesan masuk. Segera kubuka pesan itu.
Begini isinya,” Halo, selamat siang. Ini Fanny. Aku dapat nomormu dari Valent. Lagi ngapain nih?”
Aku segera membalas pesan itu dengan hati yang berbunga – bunga,”Baru bangun tidur, tadi kecapekan. Kamu?”
Lalu ia membalas,”Sama... Sudah makan kan? Boleh tanya, nggak?”
Aku pun membalas,”Ya, sudah dong. Ini kan sudah sore, Bu... Boleh, tanya apa?”
Dari berbalas – balasan SMS itu aku mengetahui bahwa ternyata Fanny belum punya pacar dan tampaknya ia menyukai aku, hahaha...
Selesai ber-SMS-an, aku baru sadar bahwa hari sudah mulai gelap. Aku segera mengulangi pekerjaan menggambarku. Ternyata aku tidak sanggup untuk menyelesaikan pekerjaan menggambar itu. Maka aku memutuskan untuk meneruskan pekerjaan menggambarku esok hari.
Esok harinya aku tetap bersekolah seperti biasa dan aku tetap bertemu Valent di sekolah. Tapi aku tidak menegurnya sedikit pun. Aku asyik bercanda dengan Fanny. Siang harinya, pada saat jam pelajaran terakhir datang seorang guru Bahasa Indonesia ke kelasku.
“Anak – anak, hari ini Ibu akan mengadakan pelajaran tambahan sampai pukul empat sore, mengerti anak – anak? Jadi, nanti kalian makan siang sendiri ya,” kata Ibu Guru.
“Mengerti, Bu,” sahut kami
“Sial, aku belum menyelesaikan gambarku,” kataku.
“Selesaikan nanti malam saja,” kata Fanny.
“Yah, jadi aku tidak bisa SMS kamu nih,” godaku.
“He he he...,” ia tertawa renyah.
Siang itu aku mengikuti pelajaran tambahan sampai pukul empat sore. Lalu aku pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku beristirahat sebentar. Ternyata aku ketiduran. Aku baru terbangun pada pukul delapan malam. Aku belum makan dan belum mandi. Maka aku memutuskan untuk makan dan mandi terlebih dahulu. Pukul sembilan kurang lima belas menit, aku baru selesai makan dan selesai mandi. Lalu aku segera menyelesaikan tugas menggambarku. Tugas itu baru berjalan setengah jalan ketika aku secara tidak sengaja menumpahkan, lagi, cat kuning ke kertas gambarku. Aklibatnya, aku harus mengulangi semua dari awal lagi. Mataku yang sudah sangat mengantuk ini aku paksa untuk tetap terbuka. Tugas itu baru dapat aku selesaikan pada pukul setengah tiga pagi. Karena aku sudah benar – benar mengantuk, aku segera tidur. Keesokkan paginya, tubuhku menjadi panas karena aku kurang tidur. Tapi aku memutuskan untuk tetap pergi sekolah seperti biasa. Di sekolah Fanny menghampiriku...
“Kenapa, Vid? Kamu sakit?” tanyanya
“Ya,” jawabku singkat,”Aku kurang tidur. Semalam aku tidur jam setengah tiga pagi untuk menyelesaikan tugas menggambar ini. Aku kembali menumpahkan cat sehingga aku terpaksa mengulang lagi.”
Sebenarnya aku merasa sedikit senang karena Fanny memberiku perhatian seperti itu. Tapi, sejak kehadirannya, persahabatan antara aku dan Valent menjadi rusak. Tapi Valent juga membuatku kesal. Ya, apalah pentingnya Valent, begitu pikirku. Tapi aku juga merasa kesepian semenjak Valent tidak menegurku lagi. Sepertinya ada sesuatu yang hilang dari diriku.
“Fan, besok aku tidak bisa menemanimu keliling kota,” kataku
“Tidak apa – apa kok,” kata Fanny,”Kamu istirahat saja dulu, biar cepat sembuh.”
“Ya, maaf ya,” kataku
Esok harinya, aku hanya tidur – tiduran saja di rumah. Aku hanya ingin memulihkan kesehatanku saja. Tiba – tiba aku mendengar pintu rumahku diketuk oleh seseorang.
“Sebentar,” sahutku
Ternyata yang datang adalah Fanny dan Valent. Ada apa ya kok mereka datang ke sini, pikirku dalam hati. Kebetulan Ayah dan Ibuku sedang sibuk mengurusi administrasi pegawai baru di kantor mereka, jadi aku terpaksa melayani kedua temanku sendiri.
“Hei,” kata Fanny
“Aw,” aku terkejut,”Mari masuk,” kataku sambil mengajak mereka ke ruang tamu.
“Duduk dulu,” kataku
“Mau minum apa?” tanyaku
“Terserah,” kata Fanny
“Tunggu sebentar,” kataku
Aku segera pergi ke dapur untuk mengambil minuman di daloam lemari es lalu aku kembali ke dalam ruang tamu.
“Silahkan,” kataku
“Terima kasih,”kata Fanny
Kami terdiam agak lama, tiba – tiba Valent berbicara,” Vid, kata Fanny kamu sakit?”
“Ya,” jawabku
“Gara – gara kurang tidur?” tanyanya
“Ya,” sahutku singkat
“Vid, kamu kurang tidur gara – gara meneruskan pekerjaan mengggambar. Gambarmu rusak gara – gara aku. Jadi, semua ini adalah salahku. Vid, aku mengaku salah. Aku mohon Vid, maafkan aku, ya. Aku mau kita berteman lagi seperti kemarin – kemarin,” kata Valent lirih.
“Tidak, kamu tidak salah, jadi aku tidak perlu memaafkanmu. Aku kurang tidur karena aku menumpahkan cat lagi ke gambarku, jadi kamu tidak salah. Aku juga minta maaf ya karena aku sudah terlalu sering memarahi dan membentak kamu,” kataku
“Tidak apa – apa kok,” jawab Valent
“Len, boleh aku minta waktu sebentar. Aku mau berbicara berdua dengan Fanny. Kamu main PS saja dulu di kamarku. Kamu sudah biasa ke sini kan?”kataku sambil mengedipkan sebelah mata sebagi isyarat kepada Valent.
“Baiklah,” kata Valent.
Setelah itu, aku mengantarkan Valent ke kamarku. Aku sempat melirik ke arah Fanny. Kulihat ia tersipu malu. Setelah itu, aku segera kembali ke ruang tamu untuk berbicara dengan Fanny.
”Fan, terima kasih sudah mau menjengukku,” kataku membuka percakapan.
“Iya, tidak apa apa kok. Kamu kan teman pertamaku di sini,” katanya sambil tersenyum.
“Fan, aku boleh jujur nggak?” tanyaku
“Iya, kenapa?” tanyanya
“Mmm... bagaimana ya, aku tidak mahir di bidang ini,” kataku
“Ya, bicara saja apa adanya, aku akan mendengarkanmu. Jangan malu,” katanya seolah memancingku untuk berbicara.
“Mmm... sebenarnya... aku... suka kamu,” kataku.
“Hehehe, aku sudah menduga ini yang akan kamu ucapkan,” katanya
“Ya, aku juga tidak mengerti mengapa aku bisa merasa seperti ini. Aku mulai menyukaimu sejak kamu masuk ke kelasku untuk pertama kalinya. Ini adalah pertama kalinya bagiku untuk menyukai dan menyatakan rasa sukaku kepada seorang gadis,” kataku
“Ya, aku mengerti kok. Jadi, karena kamu menyukai aku, apa yang kamu inginkan dari diriku?” tanya Fanny
“Aku mau... kita... lebih dari sekedar berteman...” kataku
“Maksudmu, kita... pacaran?” tanyanya seolah ingin menguji nyaliku.
Kuberanikan diriku, lalu aku menjawab,”Ya, aku ingin menjadi pacarmu karena, Teman, aku cinta kamu.”
“Mmm... pacaran? Aku..... tidak bisa....,” jawabnya
“Tidak bisa? Kenapa?” tanyaku
“Bukan, aku kan belum selesai bicara. Maksudku, aku tidak bisa memungkiri bahwa... aku juga suka kamu, sejak pertama kita bertemu juga. Dan, aku mau jadi pacar kamu,” jawabnya.
“YES, YES, YES!” kali ini aku berteriak seperti baru mendapatkan uang satu miliar,”Terima kasih, ya.”
“Cie.... Ada yang lagi happy nih. Traktir dong,” tiba – tiba Valent yang entah sejak kapan sudah keluar dari kamarku menyambung pembicaraan kami.
“Baik, Bos, ha ha ha,” jawabku

Hari itu menjadi hari yang tak terlupakan seumur hidup David. Itu adalah kisah tentang bagaimana David mulai mengenal kata ‘cinta’ untuk pertama kalinya. Meski ia belum dewasa, dan ia tahu bahwa ia masih belum pantas untuk berpacaran, tapi ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. Mungkin inilah yang dikatakan oleh banyak orang sebagai cintanya “anak – anak”, ya, cinta monyet.



.::Artikel Menarik Lainnya::.



Comments :

0 komentar to “Crita CINTA”

Posting Komentar

toLong ComEnt ya. . .
ThankS


ShoutMix chat widget

iklan yuk. . .

Related Posts with Thumbnails

Apa Pendapat KamiU ttg my BloG ???™


widget
 

Copyright © 2009 by Info Symoi

SYMOI Categories 1 Categories 2 Categories 3 Categories 4 Categories 5